Danius Hadi: Wahai Tuan Lurah Situjuah, Tolong Pelihara Pahlawan Kami

PAYAKUMBUH, dekadepos.com –  

Dua hari menjelang peringatan Peristiwa berdarah Situjuah 15 Januari 1949 yang menewaskan sejumlah pejuang Kemerdekaan Indonesia di Lurah Kincia, Nagari Situjuah Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, seorang pria tua mengaku masyarakat dari Nagari Situjuah Batua bernama Danius Hadi (90 tahun) datang ke Balai Wartawan (BW) Luak Limapuluh yang berada di pusat Kota Payakumbuh.

Pria tua yang kondisi kesehatannya masih baik namun pengedarannya mulai menurun itu, kepada sejumlah wartawan yang ada di Balai Balai Wartawan menyampaikan keinginannya untuk menerbitkan Sajak hasil buah penanya di media atau surat kabar.

“ Saya berharap, Sajak ini diterbitkan di media atau surat kabar,” ungkap Danius Hadi yang mengaku masih memendam rasa haru tentang peristiwa Situjuah yang merupakan bagian dari sejarah Perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Danius Hadi dengan semangat yang masih menyala-nyala, berharap kecintaan generasi muda terhadap para pejuang dapat diaplikasikan dalam bentuk menjaga dan merawat hasil pembangunan yang ada, sehingga semakin menanamkan kecintaan terhadap NKRI.

Melalui Sajak yang saya tulis ini, ulas Danius Hadi, dia ingin menanamkan kepada generasi muda agar terus mengenang perjuangan para pahlawan dan mencintai hasil pembangunan.

Pada pertemuan dengan para wartawan itu, Danius Hadi menguraikan sedikit tentang peristiwa pembantaian para syuhada di Lurah Kincia Situjuah Batua. “

“ Saat itu saya berusia 18 tahun dan sempat menyaksikan unggukan tanah merah tempat berkubur dan terbaringnya pada syuhada di Lurah Kincia Situjuah Batua.

Lantas, seperti apa Sajak yang ditulis Danius Hadi? Simak bait-bait patriotisme yang masih menyala-nyala di dalam dada pria tua yang tinggal di daerah perjuangan Situjuah Batua itu.

 

MENGENANG JASA PAHLAWAN

Intan berlian permata tujuh

Hadiah penghibur ibu Pertiwi

Wahai tuan lurah Situjuah

Tolong pelihara pahlawan kami

 

Wahai tuan lurah Situjuah

Tolong pelihara pahlawan kami

Bercucuran darah sekujur tubuh

Di pagi buta lima belas Januari

 

Bercucuran darah sekujur tubuh

Di pagi buta lima belas Januari

Lurah kincia lembah situjuah

Disitu tempat kami mengabdi

 

Lurah kincia lembah situjuah

Disitu tempat kami mengabdi

Itulah tempat kami dikepung musuh

Diserang musuh Belanda sejati

 

Itulah tempat kami dikepung musuh

Diserang musuh Belanda sejati

Oh bangsaku di Payakumbuh

Doakanlah kami pahlawan sejati

 

Oh bangsaku di Payakumbuh

Doakanlah kami pahlawan sejati

Doa selesai sholat subuh

Ya Allah Tuhan ampunilah kami

 

Dikutip dari berbagai sumber, Peristiwa Situjuah adalah suatu peristiwa penyerangan oleh pasukan penjajah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang menewaskan beberapa orang pimpinan pejuang dan puluhan orang anggota pasukan lainnya pada tanggal 15 Januari 1949. Dimana puluhan orang pejuang yang terdiri dari beberapa pimpinan dan puluhan anggota pasukan Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK) tewas seketika diberondong tembakan oleh pihak penjajah Belanda. Peristiwa itu terjadi di Lurah Kincia, Situjuah Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota,Sumatra Barat.

Malam sebelumnya pada 14 Januari 1949 para pejuang tersebut mengadakan rapat untuk membahas strategi dalam menghadapi agresi yang dilakukan pihak Belanda yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Rapat itu atas instruksi Gubernur Militer Sumatra Tengah Sutan Mohammad Rasjid dan dipimpin oleh Chatib Sulaiman selaku Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah. Selain itu rapat juga diikuti oleh beberapa orang pimpinan pejuang lainnya, diantaranya Arisun Sutan Alamsyah(Bupati Militer Lima Puluh Kota), Letnan Kolonel Munir Latief,  Mayor Zainuddin,  Kapten Tantawi, Lettu Azinar, Letda Syamsul Bahri serta 69 orang pasukan BPNK.

Hasil rapat memutuskan bahwa mereka akan menyerang kota Payakumbuh yang diduduki Belanda, dan akan menduduki kota itu sambil menggelorakan semangat perlawanan gerilya rakyat untuk membuktikan pada dunia internasional bahwa Pemerintahan Republik Indonesia masih ada dan didukung rakyat yang terus melakukan perlawanan dan perjuangan.

Semua itu dilakukan untuk melawan propaganda Belanda yang selalu mengatakan bahwa mereka telah menguasai Indonesia sepenuhnya setelah mereka berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta, serta menangkap dan mengasingkan para pemimpin Republik.

Subuh hari setelah beristirahat seusai rapat, ketika hendak melaksanakan shalat subuh tiba-tiba mereka diserang oleh pihak Belanda. Para pimpinan pejuang yang ikut menghadiri rapat tersebut beserta puluhan pejuang lainnya-pun gugur seketika. (edw)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *