Kemen PPPA Goes to School: Tekan Angka Kekerasan terhadap Anak, Ciptakan Sekolah Suasana Kekeluargaan

JAKARTA, dekadepos,com-

Banyak cara untuk memberikan pemahaman, menasehati, dan melindungi anak dari kekerasan. Salah satunya melalui kegiatan “Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Goes to School” dan pencanangan Duta Sekolah Kader Masyarakat Indonesia Bersama Lindungi Anak (KAMI BERLIAN) di 12 sekolah. Selain memberikan pemahaman terkait pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak kepada para siswa, kegiatan ini juga mendorong sekolah untuk dapat menciptakan suasana kekeluargaan antar siswa dan gurunya.

“Saya mengapresiasi SMKN 20 Jakarta yang telah menjadi Sekolah Ramah Anak. Sekolah ini pun telah memiliki tujuh komitmen untuk menekan angka kekerasan terhadap anak yang juga dipajang pada papan halaman sekolah. Tujuh komitmen tersebut di antaranya akhiri penganiayaan, bullying/perundungan, pelecehan, pencemaran nama baik sekolah, dan bentuk kekerasan lainnya. Jika sekolah sudah ramah anak dan tanpa kekerasan, saya yakin sekolah ini juga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun bayangkan, jika salah satu murid ada yang saling menghina, maka salah satu murid tersebut akan merasa tersinggung dan akhirnya mempengaruhi psikis dan proses belajarnya, apalagi jika kekerasan dalam bentuk fisik,” tutur Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar pada kegiatan “Kemen PPPA Goes to School” di SMKN 20 Jakarta.

“Kemen PPPA Goes to School” dengan tema Akhiri Kekerasan terhadap Anak Tahun 2030 diselenggarakan atas kerja sama Kemen PPPA dengan ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan pada 11 – 13 Desember 2019 secara serentak di 12 sekolah sekitar Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang, dengan target  2.650 siswa SMP, SMA dan SMK.

Sekolah tersebut di antaranya SMP Suluh Jakarta, SMPN 86 Jakarta, SMKN 18 Jakarta, SMKN 20 Jakarta, SMKN 28 Jakarta, SMK 15 Muhammadiyah Jakarta, SMAN 1 Depok, SMAN 2 Depok, Muntaza Islamic School, SMP / SMK Putra Pertiwi, SMK Budi Luhur, dan SMP / SMA Bogor Center School.

Pada 2018, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 4.885 kasus kekerasan terhadap anak, bertambah 306 dibanding tahun 2017 yang 4.579 kasus. Tingginya permasalahan kekerasan terhadap anak tidak hanya menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia, tetapi juga menjadi fokus kebijakan global. Oleh karenanya, dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) secara khusus memasukan aspek mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk menjadi target yang harus dicapai pada tahun 2030.

Salah satu Duta KAMI BERLIAN, Tegar Fadillah juga bercerita mengenai konsep pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak menurut pendapatnya.  “Sebenarnya masih banyak cara yang lebih baik dan efektif untuk mendidik atau menasehati anak, daripada dengan kekerasan. Salah satu caranya adalah dengan mewujudkan keinginan anak. Contohnya, ketika orang tua menasehati anak untuk mandi, jika anak tersebut melaksanakannya maka anak tersebut akan diajak bermain bola. Namun, ketika anak diancam akan diberi hukuman, dikhawatirkan anak tersebut justru marah atau memendam rasa benci,” tutur Tegar.

Nahar berharap kegiatan “Kemen PPPA Goes to School” dan pencanangan Duta KAMI BERLIAN yang ada di sekolah dapat memberikan pemahaman kepada teman – temannya terkait kekerasan terhadap anak dan mewujudkan sekolah ramah anak dengan suasana kekeluargaan.

“Semoga dengan adanya Duta KAMI BERLIAN yang telah diberi pemahaman terkait pemenuhan hak dan perlidungan khusus anak dapat menyebarkan informasi tersebut kepada teman – temannya dan ikut berperan dalam menekan angka kekerasan terhadap anak. Kami juga berharap semua siswa bebas untuk berkreasi dan menyampaikan pendapat, tidak ada pengekangan. Selama para siswa berada di sekolah tentu mereka meninggalkan orang tua yang ada di rumah. Sekolah merupakan rumah kedua bagi para siswa, karena siswa juga menghabiskan waktu yang cukup lama di sekolah. Oleh karenanya, mari ciptakan hubungan antara murid dengan guru layaknya anak dengan orang tua mereka, dan antar murid layaknya keluarga,” tutup Nahar. (edw/rel)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *