ArtikelEkonomiOpini

Padangan Millenial terhadap Luxury Fashion: Apakah Status Consumption, Status Social Insecurity, dan Perfectionis Costumer Menjadi Penentu Pola Niat Beli

Oleh : Devi Yulia Rahmi, Dosen Manajemen FEB Universitas Andalas

Generasi milenial Indonesia mengalami perkembangan beberapa tahun belakangan ini. Generasi millennial adalah mereka yang lahir dalam tahun 1981- 1996 (BPS, 2022; Pew Research Center, 2019).

Adanya generasi millenial memudahkan dalam mengakses semua bentuk informasi yang berasal dari media sosial. Generasi millenial merupakan generasi yang sangat dekat dengan dunia digital karena menjadikan digital sebagai ruang pribadinya dalam mengakses, mendapatkan, membagikan semua bentuk informasi yang mereka temui di internet. Generasi milenial cenderung mengikuti setiap pola yang disuguhkan dalam media sosial, gaya hidup, kecantikan, fashion, makan dan minum, serta olahraga. Sehingga demikian, secara tidak langsung generasi millennial mengikuti gaya hidup tersebut dan menjadi sebuah standar yang harus diikutinya (Kristinova, 2022).

Kristinova (2022) juga menyatakan bahwa generasi milenial cenderung mengikuti pola tindakan yang mereka lihat. Hal tersebut mengakibatkan generasi milenial mengalami sebuah permasalahan sosial seperti hedonisme, konsumtif, dan budaya shopahilic. Hal ini mengakibatkan generasi milenial lebih mementingkan perspektif dari masyarakat dibandingkan kebutuhannya sendiri. Fenomena ini menjadikan konsep diri generasi milenial menjadi samar.

Saat ini banyak ditemukan luxury fashion yang dilihat di media digital. Luxury fashion secara umum adalah barang yang dianggap paling tinggi tingkatan dari segi kualitas dan harga. Menurut Eisend et al. (2017) luxury fashion lebih mampu menyampaikan makna dengan mengekspresikan dan membangun identitas dari pada produk bermerek lainnya karena digunakan oleh beberapa orang terpilih. Dalam konteks luxury fashion, Asprilia dan Hami (2021) mengungkapkan bahwa Indonesia telah menjadi prioritas bagi banyak luxury fashion karena perkembangan pesat konsumen yang mampu membeli produk luxury fashion.

Lebih lanjut Asprilia dan Hami (2021) menyatakan konsumen produk luxury fashion di Indonesia juga menikmati pengalaman membeli produk tersebut karena terkadang di anggap menjadi salah arti dari permasalahan hidup mereka. Alasan utama terjadinya purchase intention dan membeli serta menggunakan luxury fashion diantaranya adalah karena produk nyaman digunakan, terdapat perasaan berbeda saat menggunakan produk, dan terdapat perasaan superior ketika menggunakan produk mewah.

Tulisan didasarkan pada riset, yang mana tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh perfectionist consumer, social status insecurity, dan status consumption terhadap attitude toward luxury fashion, dan pengaruh attitude terhadap purchase intention pada luxury fashion. Dengan menggunakan data survei dari 227 responden millennial yang menggunakan luxury fashion di Sumatera Barat. Purchase intention konsumen pada dasarnya merupakan faktor pendorong dalam pengambilan keputusan pembelian terhadap suatu produk (Bayu dan Sulistyawati, 2019).

Purchase intention merupakan pernyataan mental konsumen yang refleksikan rencana pembelian suatu produk dengan merek tertentu. Purchase intention terbentuk dari sikap konsumen terhadap suatu produk hal tersebut berasal dari keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunkan purchase intention konsumen. Berdasarkan kepada survei yang sudah dilakukan maka sikap menjadi penyebab keinginan membeli atau niat beli individu ketika melihat individu lain menggunakan produk luxury fashion. Sikap berperan kuat dalam memutuskan apakah generasi milenial memiliki niat beli yang tinggi terhadap produk luxury fashion. Selain itu, sikap konsumen Generasi milenial juga berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai produk dan memperhatikan merek yang mereka cari.

Ada beberapa hal penentu sikap dalam nai beli konsumen, yakni perfectionist costumer, social status insecurity, dan status consumption. Perfectionist atau yang sering disebut juga dengan high quality conscious consumer merupakan konsumen yang memperhatikan kualitas suatu produk dalam berbelanja. Menurut Macik (2014) perfectionist consumer menyiratkan sebagai gaya pengambilan keputusan ditentukan oleh kecenderungan untuk membeli produk berkualitas tinggi dan kecenderungan konsumen untuk menghabiskan uang ekstra atau waktu sendiri untuk menemukan dan mendapatkan kualitas tinggi yang diharapkan. Konsumen yang bersikap membeli produk mewah adalah konsumen yang memang memperhatikan kualitas luxury fashion, selain itu luxury fashion juga memenuhi ekspektasi generasi milenial akan kesan mewah yang diberikan dan menimbulkan dalam diri kesempurnaan konsumen.

Implikasi hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa adanya ketidaknyamanan status sosial menjadi penyebab generasi millennial menggunakan luxury fashion. Sementara itu konsumen yang berusaha memenuhi standar status sosial yang sempurna serta konsumen yang memiliki kecederungan mengkonsumsi status tidak berdampak terhadap nial konsumen millenial. Jadi dapat disimpulkan bahwa hanya ketidaknyamanan ketika tidak mengikuti status sosial disekitar millenial yang membuat millenial memiliki sikap untuk berniat membeli produk luxury fashion. (DYR)

Tim Peneliti :
Devi Yulia Rahmi- Asniati- Nur Ari Sufiawan

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts