LIMAPULUH KOTA, dekadepos.com-
Ratusan petani gambir di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, utamanya para petani gambir yang berada di sentra perkebunan gambir seperti Kecamatan Kapur IX, Pangkalan, Harau, Mungka, dan Lareh Sago Halaban meminta kepada Pemkab setempat agar serius menyelesaikan kisruh sekelompok warga Jorong Banjaranah, Nagari Pangkalan, dengan manajemen PT.Sumatera Resources Internasional (PT.SRI).





Harapan itu disampaikan tokoh masyarakat Jorong Banjaranah, Bahtiar J, menyikapi belum duduknya penyelesaian kisruh antara sekelompok warga Jorong Banjaranah dengan pihak PT.SRI.





“Sampai saat ini, sudah tiga bulan PT.SRI tidak beroperasi. Dampak tidak beroperasinya pabrik pengolahan gambir milik Pemodal Asing (PMA) asal India itu, ratusan petani gambir dan supplier termasuk 135 orang kariawan, telah kehilangan mata pencarian untuk menunjang ekonomi keluarga mereka,” ujar Bahtiar J.
Menurutnya, adanya tudingan sekelompok warga Jorong Banjaranah yang mempersoalkan harga daun gambir murah dibeli pihak PT.SRI, harga itu tentu tergantung dengan harga pasar Internasional.


“Buktinya, sudah 3 bulan PT.SRI tidak beroperasi atau tidak membeli daun gambir dari petani, ternyata harga komoditi gambir terus merosot berkisar Rp23 ribu sampai Rp24 ribu perkilogramnya,” ungkap Bahtiar J.

Tegasnya, kalau harga gambir berkisar Rp23 ribu sampai Rp24 ribu perkilogram, maka harga daun gambir berkisar Rp1. 400 sampai Rp1.600 perkilogramnya.
“ Jadi, harga daun gambir itu tergantung pasar Internasional. Dan, seharusnya petani gambir memahami kondisi itu. Kemudian atas dasar itu, ratusan petani gambir di Kecamatan Kapur IX dan Pangkalan meminta kepada Pemkab Limapuluh Kota untuk mengoperasikan kembali pabrik pengolahan gambir milik PT.SRI,” pungkas Bahtiar J.



PT.SRI DIBOLEHKAN BEROPERASI
Sementara itu Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu dan Perindustrian (DPM PTTP) Limapuluh Kota, melalui Kabid Pengawasan dan Percepatan Investasi, Elfi menyebutkan bahwa, tim investigasi dari Pemkab Limapuluh Kota sudah turun menyelesaikan kisruh yang terjadi antara sekelompok warga Jorong Banjaranah dengan pihak PT.SRI.
“Kesimpulannya, Walinagari Pangkalan mengakui tidak ada melarang PT.SRI untuk beroperasi. Terkait adanya larangan kepada para petani gambir dan supplier untuk menjual daun gambir kepada pihak PT.SRI, tindakan sekelompok warga Jorong Banjaranah yang melarang para petani gambir menjual gambir kepada pihak PT.SRI, tindakan itu tidak dapat dibenarkan karena mengganggu ekonomi masyarakat,” ujar Elfi.
Ditegaskannya, dari pertemuan dengan Pemerintah Nagari Pangkalan, Jorong, tokoh masyarakat, ninik Mamak dan warga Banjaranah serta pihak PT. SRI, Tim Investigasi Pemkab Limapuluh Kota sudah mendapat kesimpulan dan sudah membuat laporan kepada Bupati. Inti laporan itu, Tim Investigasi memberikan rekomendasi kepada pihak PT.SRI untuk memperbolehkan pihak PT.SRI mengoperasikan perusahaannya kembali.
“Menyangkut harga daun gambir, tentu tergantung berapa harga pasar dunia. Artinya, pihak PT.SRI akan membeli daun gambir sesuai dengan standar pasar Internasional. Persoalannya, tergantung kepada para petani gambir apakah mereka mau atau tidak menjual daun gambirnya kepada pihak PT.SRI. Tegasnya, tidak boleh satu pihak pun melarang jika ada petani gambir atau supplier ingin menjual daun gambirnya kepada pihak PT.SRI,” tegas Efli.
Sementara itu Kabid Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Afrizal, mengakui bahwa sejak PT.SRI berhentinya beroperasi, sebanyak 425 masyarakat lokal termasuk para pengelola pembelian daun gambir dengan rincian, 135 orang karyawan tetap bergaji rata-rata Rp2,5 juta per bulan, 13 manajemen dari India dan selebihnya pengumpul dan pengangkut daun gambir ke pabrik, telah kehilangan mata pencarian akibat ditutupnya PT SRI.
“Kita berharap kisruh ini segera berakhir, karena dampak tidak beroperasinya PT SRI, tidak hanya merugikan pihak investor, namun juga merugikan masyarakat dan daerah ,” pungkas Afrizal. (edw)