LIMAPULUH KOTA, dekadepos.com-
Masyarakat Jorong Banjaranah, Nagari Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Korobaru, Kabupaten Limapuluh Kota, meminta kepada Pemkab Limapuluh Kota untuk menutup usaha pengolahan gambir milik PT. Sumatera Resources Internasional (PT.SRI) yang beroperasi di Jorong Banjaranah.





Tuntutan ditutupnya usaha pabrik pengolahan gambir milik Pemodal Asing asal India di Jorong Banjaranah tersebut, disepakati warga setempat dalam rapat musyawarah yang digelar pemerintahan jorong dan ninik mamak di Mushala Alkhairat Banjaranah, Sabtu malam (3/8).



Menurut Kepala Jorong Banjaranah, Rio Hendra, rapat atau musyawarah yang digelar pihak jorong bersama ninik mamak Banjaranah itu, menyikapi dan memenuhi hasil keputusan rapat yang digelar Pemkab Limapuluh Kota di ruang rapat Bupati yang berlangsung di kantor Bupati Limapuluh Kota di Bukik Limau, Sarilamak, Harau, Rabu lalu (31/7).


Sesuai dengan hasil keputusan rapat Pemkab Limapuluh Kota, menyarankan sebelum dibentuknya Tim Pemantau oleh Pemkab Limapuluh Kota, terkait penyelesaian kisruh yang terjadi antara masyarakat Nagari Pangkalan dengan manajemen perusahaan pengolahan gambir PT.SRI, maka perlu dilakukan rapat atau musyawarah di Jorong Banjaranah.


“Kesimpulan dari hasil rapat musyawarah yang digelar masyarakat Jorong Banjaranah, meminta Pemkab Limapuluh Kota untuk menutup pabrik gambir PT.SRI,” ungkap Kepala Jorong Banjaranah, Rio Hendra.

Lebih jauh diungkapkan, Rio Hendra, putusan rapat dan musyawarah yang dipimpin mamak kaum masyarakat Jorong Banjaranah dan dihadiri para ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, pemuda dan seluruh elemen masyarakat Jorong Banjaranah itu, selain menyetujui dibentuknya Tim Pemantau. Namun warga meminta apabila Tim Pemantau turun kelapangan harus bertemu langsung dengan petani gambir masyarakat Banjaranah tidak dengan perorangan.
Tak hanya itu ulas, Kepala Jorong Banjaranah, Rio Hendra, apabila Tim Pemantau melakukan pemantauan ke pabrik pengolahan gambir PT.SRI, harus didampingi pemuka masyarakat Jorong Banjaranah.



PT.SRI TAK MENGUNTUNGKAN BAGI PETANI GAMBIR
Sepert diberitakan sebelumnya bahwa, puluhan petani gambir Nagari Pangkalan meminta kepada pemkab setempat untuk menutup usaha pengolahan gambir milik PT.SRI. Pasalnya, keberadaan pabrik gambir milik Pemodal Asing (PMA) asal India itu, tidak menguntungkan bagi petani gambir yang ada di daerah itu.
Dihadapan Kepala Dinas Penanaman Modal Peyanan Terpadu dan Perindustrian (DPM PTTP) Limapuluh Kota, Ambardi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Limapuluh Kota, Irvan AM, Forkopinca Pangkalan, Walinagari, Bamus dan tokoh masyarakat dalam rapat yang digelar di kantor Walinagari, Jum’at lalu (15/6) yang juga dihadiri manajemen PT SRI, masyarakat nagari Pangkalan menyatakan bahwa keberadaan perusahaan pengolahan gambir milik PT.SRI justru sebaliknya mendatangkan kesengsaraan bagi warga Nagari Pangkalan.
Tak hanya itu, warga setempat juga menyorot bahwa rekomendasi yang diperoleh pihak PT.SRI untuk mengurus dan mendapatkan izin pendirian pabrik pengolahan gambir di Nagari Pangkalan, adalah direkayasa.
Selain mempersoalkan soal perizinan, masyarakat setempat juga mengecam sikap perusahaan PT.SRI yang hanya baik diawal saja dan hanya memberikan janji-janji manis saat pengurusan izin pembangunan pabrik.
“Awalnya, harga jual daun gambir kepada PT.SRI. dibayar dengan harga tinggi, namun seiring berjalannya waktu, harga daun gambir terus menurun dan kini dibeli hanya seharga Rp 1500 perkilo. Ini tidak sesuai lagi dengan janji-janji pihak PT.SRI dan sudah membohongi masyarakat,” ungkap masyarakat setempat.
Selain mempersoalkan limbah padat cair hasil pengolahan gambir yang dibuang atau dialirkan oleh pihak perusahaan PT.SRI ke sungai Ulu Kasok dan dapat merusak lingkungan, warga juga mempersoalkan masalah tenaga kerja termasuk soal gaji kariawan.
STOP JUAL DAUN GAMBIR KE PT.SRI
Puncak kekesalan warga atas sikap manajemen PT.SRI yang tidak memenuhi janji-janjinya untuk meningkatkan ekonomi petani gambir itu, maka sebagai protes keras masyarakat Nagari Pangkalan membuat kesepakatan melarang masyarakat menjual daun gambir kepada PT. SRI.
Bagi masyarakat di luar Banjaranah juga dilakukan pelarangan untuk menjual dan mengirim daun gambir ke PT.SRI, selama belum ada keputusan dari masyarakat Banjaranah. Jika ada yang menjual atau mengirim daun gambir ke PT.SRI dan melanggar keputusan masyarakat maka akan didenda Rp1 sampai Rp2 juta,
PABRIK TAK BEROPERASI
Kisruh antara masyarakat Nagari Pangkalan dengan manajemen perusahaan pengolahan gambir PT.SRI, ternyata berbuntut dirumahkannya puluhan kariawan dan dipulangkannya belasan tenaga teknis asing asal India ke kampung halamannya.
“13 orang tenaga teknis asal India dan puluhan kariawan lokal serta ratusan petani gambir yang selama ini menjual gambir ke PT.SRI, sejak Kamis (25/7) sudah pergi meninggalkan pabrik karena tidak ada aktifitas pengolahan gambir di lokasi pabrik,” ujar Konsultan PT.SRI, Popi yang diwawancarai beberapa hari lalu.
Diakui Pepi, sejauh ini tiga dari empat tuntutan warga Banjaranah yaitu soal limbah pabrik, masalah tenaga kerja dan dibentuknya Bagian Humas oleh perusahaan, sudah dapat dipenuhi pihak PT.SRI. Namun satu lagi tuntutan warga Banjaranah yakni soal harga daun gambir agar dinaikkan sesuai keinginan mereka, tidak dapat dipenuhi dan masih terjadi polemik antara masyarakat petani gambir dengan PT.SRI.
“ Tentunya, tidak mungkin pihak perusahaan mampu membeli daun gambir sesuai dengan keinginan warga. Karena saat ini, harga daun gambir di pasar global masih berkisar Rp1900 perkilogram. Namun, khusus untuk warga Jorong Banjaranah disepakati bahwa harga daun gambir dinaikan menjadi Rp2000 perkilogram. Sayangnya, solusi ditawarkan pihak perusahaan, tidak setujui warga sehingga kisruh soal harga daun gambir ini belum menemukan titik temu,” ujar Pepi.
Pepi mengharapkan kisruh antara warga Banjaranah dengan PT.SRI dapat segera diatasi, karena tidak beroperasi pabrik pengolahan gambir milik PT.SRI tentu akan berdampak kepada perusahaan dan kesejahteraan ratusan kariawan serta petani gambir yang selama ini berhubungan dengan PT.SRI.
Dampak lebih luasnya lagi, ulas Pepi, dengan terancamnya keberadaan PT.SRI sebagai perusahaan Pemodal Asing di Republik ini, utamanya di Propinsi Sumatera Barat dalam hal ini di Kabupaten Limapuluh Kota, tentu akan melahirkan image buruk bagi sektor investasi di negeri ini.
“ Tegasnya, Pemodal Asing merasa tidak nyaman dan merasa tidak dilindungi untuk menanamkan investasinya di daerah ini. Akibatnya, akan berdampak buruk bagi sektor ekonomi daerah dan masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota,” sebut Pepi.
Atas nama perusahaan PT.SRI, Pepi berharap, agar kisruh antara warga Banjaranah dengan PT.SRI, dapat segera berakhir dan menjadi perhatian serius oleh jajaran Pemkab, utamanya Bupati Limapuluh Kota. (edw)